BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu
yang paling mendasar dan terpenting untuk diterapkan oleh guru dalam pengajaran
adalah memberikan motivasi kepada siswa untuk memacu semangat siswa agar dalam
proses pembelajaran tidak membuat siswa jenuh ataupun bosan. Motivasi yang
diberikan guru ketika proses pembalajaran sedang berlangsung itu sangat
penting. Mengapa demikian? Motivasi sendiri mengandung pengertian bahwa
dorongan dari dalam diri atau dari luar seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan.
Orang yang diberikan motivasi dengan orang yang tidak diberikan
motivasi tidak sama, baik proses ataupun hasil pembelajaran.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun yang
akan dibahas dalam makalah ini terdiri dari beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan motivasi?
2.
Apa fungsi motivasi dalam belajar?
3.
Bagaimana strategi menumbuhkan
motivasi dalam belajar?
4.
Apa teori motivasi belajar?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Motivasi
Motivasi
berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada
di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi
tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi
intern (kesiapsiagaan). Adapun menurut Mc. Donald (Sondang, 2002: 35), “motivasi
adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya
“feeling” dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan”. Dari
pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen/ciri
pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan
energi, ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan.”
Menurut Maslow, motivasi
ada dua, yaitu:
a.
Motivasi
Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada
paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
b.
Motivasi
Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar
individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain
sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.”
B.
Fungsi
Motivasi dalam Belajar
Motivasi
berfungsi sebagai pendorong, pengarah, dan sekaligus sebagai
penggerak perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Guru merupakan faktor
yang penting untuk mengusahakan terlaksananya fungsi-fungsi tersebut dengan
cara memenuhi kebutuhan siswa.Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan
fisiologis, kebutuhan akan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan untuk diterima
dan dicintai, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan untuk merealisasikan
diri. Adapun fungsi dari motivasi dalam pembelajaran diantaranya:
a.
Mendorong
timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul suatu
perbuatan misalnya belajar.
b.
Motivasi
berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
c.
Motivasi
berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar
kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
C.
Strategi
Menumbuhkan Motivasi Dalam Belajar
Ada
beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi
belajar siswa, sebagai berikut:
a.
Menjelaskan
tujuan belajar ke peserta didik.
Pada
permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan
mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin
jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
b.
Hadiah
Berikan
hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk
bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan
termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
c.
Saingan/kompetisi
Guru
berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi
belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
d.
Pujian
Sudah
sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian.
Tentunya pujian yang bersifat membangun.
e.
Hukuman
Hukuman
diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar.
Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan
berusaha memacu motivasi belajarnya.
f.
Memberikan
perhatian maksimal
Membangkitkan
dorongan kepada anak didik untuk belajar Strateginya adalah dengan memberikan
perhatian maksimal ke peserta didik.
g.
Membantu
kesulitan belajar
Membantu
kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
h.
Menggunakan
metode yang bervariasi, dan
i.
Menggunakan
media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
D.
Teori
Motivasi
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
(1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus,
istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti
fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3)
kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem
needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan
(5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan
bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik
pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia
dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan,
bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut
terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh
Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara
analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti
dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika
konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti
seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini
keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan
terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa
aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat
dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin
mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi
juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan
berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil
memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati
rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa :
·
Kebutuhan yang
satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan
datang;
·
Pemuasaan
berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
·
Berbagai
kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu
kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan itu.
Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari
McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need
for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai
dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip
oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“
Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi,
atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan
hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang
berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa
puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain.
Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut
McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers)
memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan
tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di
mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena
faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan
balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka
yang berprestasi rendah.
3.
Teori
Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori
Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan
huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan
eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain,
dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
Jika
makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama,
secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan
oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan
hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan
hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth”
mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori
Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan
pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan
tampak bahwa :
·
Makin tidak
terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
·
Kuatnya
keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
·
Sebaliknya,
semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya
pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena
menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi
obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada
hal-hal yang mungkin dicapainya.
4.
Teori
Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan
ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi
Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari
motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut
teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong
berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri
seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan
adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar
diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut
Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah
pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan
dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau
pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan
seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan
sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan
organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem
imbalan yang berlaku.
Salah
satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah
memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam
kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat
ekstrinsik
5.
Teori
Keadilan
Inti
teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan
yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa
imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
·
Seorang akan
berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
·
Mengurangi
intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya.
Dalam
menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal
sebagai pembanding, yaitu :
·
Harapannya
tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
·
Imbalan yang diterima
oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya
relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
·
Imbalan yang
diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis;
·
Peraturan perundang-undangan
yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan
hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas
di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan
timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka
akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan,
tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam
penyelesaian tugas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara garis
besar motivasi dalam proses pembelajaran menempati posisi yang penting. Tanpa
motivasi yang kuat seseorang tidak akan mencapai hasil yang memuaskan dalam
pembelajarannya. Motivasi turut mempengaruhi kualitas belajar seseorang. Orang
yang termotivasi dengan kuat dalam proses pembelajarannya dapat mengakibatkan
segala yang ia lakukan akan mudah untuk dilakukan.
Dengan
demikian, motivasi memang sangat dibutuhkan oleh seseorang yang ingin mencapai
hasil yang maksimal dalam pembelajarannya. Maka, untuk menumbuhkan motivasi itu
harus dimulai dari dalam diri sendiri.
B.
Kritik dan
Saran
Kami menyadari
dalam makalah ini masih banyak kekurangan yang bisa menghambat dalam memahami
materi yang disampaikan dalam presentasi. Maka, kami mengharap kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal,
Ma’mur. 2012. Tips Menjadi Guru Inspiratif. Yogyakarta; Divapress.
Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Posda
karya.
Sudrajat, Ahmad. 2008. Teori-teori Motivasi. th.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar