BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap
manusia yang lahir ke dunia memerlukan pengembangan untuk menjadi manusia
seutuhnya sebagaimana dikehendaki. Pengembangan tersebut pada dasarnya adalah
upaya memuliakan kemanusiaan manusia yang telah terlahir itu. Upaya memuliakan
kemanusiaan manusia adalah tugas besar yang harus dilaksanakan dengan seksama.[1]
Upaya tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan pendidikan. Pendidikan dalam
makna bantuan orang dewasa kepada orang yang belum dewasa menuju kedewasaan,
baik secara fisik, intelektual maupun emosional.
Makna
pendidikan secara aplikatif dan komprehensif sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang No 23 tahun 2003 adalah:
“Usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya di masyarakat, bangsa
dan negara. Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[2]
Dari
makna pendidikan tersebut, tampak bahwa mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran pada peserta didik adalah hal utama untuk mencapai tujuan
pendidikan. Dalam pembelajaran, interaksi antara guru dan peserta didik tidak
jarang terjadi kesenjangan, baik karena faktor guru, maupun faktor peserta
didik. Akan tetapi dalam sorotan utama adalah peserta didik sebagai individu
yang diberi bimbingan menuju kedewasaan.
Sebagai
sosok yang sedang berkembang ke arah kedewasaan, peserta didik tidak jarang
menemukan problematika yang tak bisa diselesaikan oleh dirinya sendiri.
Problematika tersebut dapat datang dari dalam dirinya sendiri, maupun dalam
hubungan interaksinya dengan lingkungan misalnya dengan teman, masyarakat,
orang tua guru dan sebagainya. Kompleksitas problem yang dihadapi, membutuhkan
penyelesaian secara dewasa, dan untuk itu, bantuan berupa bimbingan sangat
dibutuhkan oleh peserta didik.
Isu
sentral dalam rutinitas sekolah adalah keberhasilan pendidikan yang secara
praktis diawali dengan keberhasilan proses pembelajaran. Proses pembelajaran
bermakna bagaimana membelajarkan siswa. Dalam kenyataannya, tidak sedikit siswa
yang mengalami kesulitan dalam belajar, hal ini dapat terjadi karena berbagai
faktor, baik secara internal peserta didik, seperti kemampuan perkembangan
intelektual maupun lingkungan seperti kondisi keluarga, problem dengan teman
dan sebagainya. Untuk itu bimbingan dalam meneliti membantu kesulitan belajar
tidak saja menyangkut proses belajar itu sendiri namun juga latar belakang yang
dialami peserta didik.
Judul
makalah ini sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati
dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia
pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1.
Apa pengertian
bimbingan Konseling?
2.
Bagaimana bentuk-bentuk
Bimbingan Konseling?
3.
Bagaimana
pentingnya bimbingan konseling dalam meningkatkan prestasi belajar siswa?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bimbingan Konseling
1.
Pengertian bimbingan
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering
dirangkaikan bagaikan kata majemuk. Hal itu mengisyaratkan bahwa kegiatan
bimbingan kadang-kadang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Para ahli
menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung, hati dari kegiatan
bimbingan. Adapula yang menyatakan bahwa konseling merupakan salah satu jenis
layanan bimbingan. Dengan demikian dalam istilah bimbingan sudah termasuk di
dalamnya kegiatan konseling. Kelompok yang sesuai dengan pandangan di atas
menyatakan bahwa terminologi layanan bimbingan dan konseling dapat diganti
dengan layanan bimbingan saja.
Untuk memperjelas pengertian kedua istilah tersebut,
berikut ini dikemukakan pengertian bimbingan dan pengertian konseling.
Para ahli berusaha merumuskan pengertian bimbingan dan
konseling. Dalam merumuskan kedua istilah tersebut, mereka memberikan tekanan
pada aspek tertentu dari kegiatan tersebut. Untuk lebih jelasnya berikut ini
dikemukakan beberapa rumusan tentang istilah bimbingan.
Menurut Rochman Natawidjaja sebagaimana dikutip oleh
Soetjopto, bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami
dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai
dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia
dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang
berarti.
Selanjutnya Bimo Walgito menyarikan beberapa rumusan
bimbingan yang dikemukakan para ahli, sehingga mendapatkan rumusan sebagai
berikut:
“Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan
kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau
mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau
sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.[3]
Dari
beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli itu dapat
dikemukakan bahwa bimbingan merupakan:
a.
Suatu proses yang berkesinambungan
b.
Suatu proses membantu individu
c.
Bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang
bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai
dengan kemampuan/potensinya, dan
d.
Kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar
individu dapat memahami keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan
lingkungannya.
Untuk melaksanakan bimbingan tersebut diperlukan petugas
yang telah memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bidang bimbingan dan
konseling.
2.
Pengertian konseling
Secara
etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu “Consilium”
yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau
“memahami”. Sedangkan dalam dalam bahasa Anglo-saxon, istilah
konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan”[4]
Hallen,
mengatakan bahwa istilah konseling berasal dari bahasa Inggeris “to counsel”
yang secara etimologis berarti “to give advice” yang artinya memberi
saran atau nasihat.[5]
Lebih
lanjut lagi, Rogers, dikutip dari Hallen mengemukakan pengertian Konseling,
adalah serangkaian hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk
membantu dia dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.[6]
Selanjutnya
ada beberapa rumusan pengertian Konseling berdasarkan perkembangan sejumlah
rumusan konseling menurut Jones, yang dikutip dari dasar – dasar bimbingan dan
konseling sebagai berikut :
Konseling
adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa
difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan,
dimana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu.
Konselor tidak memecahkan masalah untuk klien. Konseling harus ditunjukkan pada
perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalah
sendiri tanpa bantuan.[7]
Maclean,
dikutip dari dasar–dasar bimbingan dan konseling, memberikan defenisi konseling
sebagai suatu proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang
individu yang terganggu oleh karena masalah – masalah yang tidak dapat diatasi
sendiri dan seorang pekerja yang professional, yaitu orang yang terlatih dan
berpengalaman membantu orang lain mencapai pemecahan-pemecahan terhadap
berbagai jenis kesulitan pribadi.[8]
H.M
Arifin, mengemukakan defenisi konseling adalah :
Konseling
adalah inti dari proses bimbingan. Sehingga konseling adalah proses pemberian
bantuan yang mendasar kepada murid yang sedang berusaha memecahkan masalah atau
problema yang dihadapi.[9]
Menurut
James F. Adams dikutip dari H. M Umar dan Sartono, konseling adalah :
Suatu
pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana yang seorang (counselor),
membantu yang lain (conselee) supaya ia dapat lebih memahami dirinya
dalam hubungan dengan masalah – masalah hidup yang dihadapinya waktu itu dan
pada waktu yang akan datang.[10]
Sedangkan
H. Kestur Partowisastro menyebutkan defenisi konseling dalam dua hal pengertian
yaitu :
a.
Dalam arti luas
Konseling
adalah segala ikhtiar pengaruh psikologis terhadap sesama manusia.
b.
Dalam arti
sempit
Konseling
merupakan suatu hubungan yang sengaja diadakan dengan manusia lain, dengan
maksud agar dengan berbagai cara psikologis, kita dapat mempengaruhi beberapa
facet kepribadiannya sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh sesuatu efek
tertentu.[11]
Dengan
demikian, berdasarkan uraian defenisi di atas dapatlah disimpulkan, defenisi
konseling secara sederhana yaitu :
“Konseling
adalah bantuan yang diberikan kepada anak (counselee) dalam memecahkan
masalah-masalah kehidupan dengan wawancara yang dilakukan secara face to
fece, atau dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan klien (counselee)
yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya”.[12]
Dalam
pengertian lain pula menurut Pepinsky & Pepinsky mengemukakan defenisi
konseling, yakni interaksi yang terjadi antara dua orang individu,
masing-masing disebut konselor dan klien terjadi dalam suasana yang
professional dilakukan dan dijaga sebagai alat memudahkan perubahan – perubahan
dalam tingkah laku klien. Ditambahkan pula bahwa konseling juga merupakan suatu
proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan
dirinya, dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang
dimilikinya. Proses tersebut dapat terjadi setiap waktu.[13]
Sebagai
kesimpulan dari beberapa defenisi konseling diatas yakni, konseling adalah
hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang, dalam mana
konselor melalui hubungan itu dan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya,
menyediakan situasi belajar dalam mana konseling dibantu untuk memahami diri
sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaan masa depan, yang dapat ia
ciptakan dengan menggunakan potensi-potensi yang dimilikinya, demi untuk
kesejahteraan baik pribadi maupun masyarakat, dan lebih jauh lagi dapat belajar
bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan–kebutuhan yang
akan datang.[14]
Hal
- hal pokok yang terkandung dalam masing-masing defenisi di atas
mengandung masing-masing rumusan konseling. Menurut pendapat Jones rumusan –
rumusan defenisi konseling sebagai berikut :
a.
Konseling
terdiri atas kegiatan : Pengungkapan fakta atau data tentang siswa, serta
pengarahan kepada siswa, untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya.
b.
Bantuan itu
diberikan secara langsung kepada siswa.
c.
Tujuan Konseling
agar siswa dapat mencapai perkembangan yang semakin baik, semakin maju.
d.
Selanjutnya
rumusan dari defenisi konseling dari Maclean, yakni :
e.
Konseling
merupakan suatu proses pemberian bantuan
f.
Dilakukan dalam
suasana hubungan tatap muka
g.
Individu yang di
konseling adalah adalah individu yang sedang mengalami gangguan atau masalah.
h.
Terlatih baik
dan telah memiliki pengalaman
i.
Bertujuan untuk
mengatasi suatu masalah/gangguan.
Selanjutnya
rumusan dari defenisi konseling menurut Pepeinsky & Pepeinsky, adalah
:
a.
Konseling
merupakan proses interaksi antara dua orang individu
b.
Dilakukan dalam
suasana professional
c.
Berfungsi dan
bertujuan sebagai alat (wadah) untuk memudahkan perubahan tingkah laku klien.
Dengan
memperhatikan satu – persatu rumusan – rumusan yang disajikan di atas, terlihat
perubahan-perubahan dalam konsep tentang konseling sebagai berikut :
a.
Rumusan yang
paling awal lebih menekankan pada masalah-masalah kognitif ( yaitu membuat
interpretasi-interpretasi tentang data atau fakta ) sedangkan defenisi mutakhir
lebih menekankan pada pengalaman – pengalaman afektif (menetapkan beberapa
makna terhadap perilaku).
b.
Rumusan yang
lebih awal pada umumnya mengidentifikasi konseling sebagai hubungan empat mata
(antara seorang konselor dengan seorang klien), sedangkan pada defenisi yang
mutakhir dimungkinkan diselenggarakan konseling.
c.
Semua rumusan,
baik langsung ataupun tidak langsung, menyatakan bahwa konseling adalah suatu
proses. Ini berarti bahwa konseling bukanlah kejadian tunggal tetapi melibatkan
tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian yang esensial menuju kearah pencapaian
suatu tujuan.
d.
Rumusan-rumusan
itu pada umumnya memperlihatkan bahwa hubungan dalam konseling ditandai
oleh adanya kehangatan, pemahaman, penerimaaan, kebebasan dan keterbukaan.
e.
Sebagian dari
defenisi itu menggambarkan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan konseling
(Konselor dan Klien) konselor sebagai Ahli, sebagai orang yang lebih tua,
sebagai orang yang lebih matang, sebagai orang yang memiliki
pengetahuan,sedangkan klien sebagai orang yang sedang mengalami gangguan,
masalah, kebingungan atau frustrasi.
f.
Hampir semua
rumusan konseling menyatakan bahwa pengaruh dari konseling adalah peningkatan
atau perubahan dalam tingkah laku klien.
Berdasarkan
ciri-ciri pokok uraian diatas maka dirumuskan bahwa, defenisi singkatnya
konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara
konseling oleh seorang ahli yang (disebut konselor) kepada individu yang sedang
mengalami sesuatu masalah (disebut Klien) yang bermuara pada teratasinya
masalaha yang dihadapi oleh klien.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapatlah dikatakan
bahwa kegiatan konseling itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Pada umumnya dilaksanakan secara individual.
b.
Pada umumnya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka.
c.
Untuk pelaksanaan konseling dibutuhkan orang yang ahli.
d.
Tujuan pembicaraan dalam konseling ini diarahkan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi klien.
e.
Individu yang menerima layanan klien akhirnya mampu
memecahkan masalahnya dengan kemampuannya sendiri.
Kegiatan bimbingan dan konseling tersebut berbeda dengan
kegiatan mengajar. Perbedaan itu antara lain:
a.
Tujuan yang ingin dicapai pada kegiatan mengajar sudah
dirumuskan terlebih dahulu dan target pencapaian tujuan tersebut sama untuk
seluruh siswa dalam satu kelas atau satu tingkat. Dalam kegiatan bimbingan dan
konseling target pencapaian tujuan lebih bersifat individual atau kelompok.
b.
Pembicaraan dalam kegiatan mengajar lebih banyak
diarahkan pada pemberian informasi, atau pembuktian dalam suatu masalah,
sedangkan pembicaraan dalam konseling lebih ditujukan untuk memecahkan suatu
masalah yang dihadapi klien.
c.
Dalam kegiatan mengajar para siswanya belum tentu
mempunyai masalah yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, sedangkan dalam
kegiatan bimbingan dan konseling pada umumnya klien telah menghadapi masalah.
Untuk melaksanakan bimbingan dan konseling bagi konselor
dituntut suatu keterampilan khusus dan berbeda dengan tuntutan bagi seorang
guru atau pengajar.
a.
Peranan bimbingan dan konseling dalam pendidikan di
sekolah.
Bila tujuan pendidikan pada akhirnya adalah pembentukan
manusia yang utuh, maka proses pendidikan harus dapat membantu siswa mencapai
kematangan emosional dan sosial, sebagai individu dan anggota masyarakat selain
menyumbangkan kemampuan inteleknya. Bimbingan dan konseling menangani
masalah-masalah atau hal-hal di luar bidang garapan pengajaran, tetapi secara
tidak langsung menunjang tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran di
sekolah sekolah itu. Kegiatan ini dilakukan malalui layanan secara khusus
terhadap semua siswa agar dapat mengembangkan dan memanfaatkan kemampuannya
secara penuh.
Bimbingan dan konseling semakin hari semakin dirasakan
perlu keberadaanya di stiap sekolah. Hal ini didukung oleh berbagai macam
faktor, seperti dikemukakan oleh Koestoer Partowisastro sebagai berikut:
1)
Sekolah merupakan lingkungan hidup kedua sesudah rumah,
dimana anak dalam waktu sekian jam + enam jam hidupnya berada di
sekolah.
2)
Para siswa yang usianya relatif masih muda sangat
membutuhkan bimbingan baik dalam memahami keadaan dirinya, mengarahkan
dirinya, mapun dalam mengatasi berbagai macam kesulitan.
B.
Bentuk-Bentuk Layanan Bimbingan Konseling
Berbagai bentuk layanan dan kegiatan pendukung perlu
dilakukan sebagai wujud nyata penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling
terhadap sasaran layanannya, yaitu peserta didik. Ada sejumlah layanan dan
kegiatan pendukung dalam bimbingan dan konseling di sekolah.
Suatu kegiatan bimbingan dan konseling disebut layanan
apabila kegiatan tersebut dilakukan melalui kontak langsung dengan sasaran
layanan dan secara langsung berkenaan dengan permasalahan ataupun kepentingan
tertentu yang layanan itu mengemban fungsi tertentu dan pemenuhan fungsi
tersebut serta dampak positif layanan yang dimaksudkan diharapkan dapat secara
langsung dirasakan oleh sasaran yang mendapatkan layanan tersebut. Diantara
bentuk-bentuk layanan bimbingan dan konseling adalah layanan orientasi, layanan
informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan
bimbingan kelompok, dan layanan konseling kelompok.[15]
a.
Layanan orientasi
Layanan orientasi yaitu layanan bimbingan dan konseling
yang memungkinakan peserta didik memahami lingkungan seperti sekolah yang baru
dimasuki peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta
didik di lingkungan yang baru.
b.
Layanan informasi
Layanan informasi yaitu layanan bimbingan dan konseling
yang memungkinkan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi
seperti informasi pendidikan dan informasi jabatan yang dapat dipergunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan
peserta didik.
c.
Layanan penempatan dan penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran yaitu layanan bimbingan
dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh penempatan dan
penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program
latihan, magang, kegiatan keekstrakurikuler sesuai dengan potensi,bakat dan
minat serta kondisi pribadinya.
d.
Layanan pembelajaran
Layanan pembelajaran yaitu layanan bimbingan dan
konseling yang memungkinkan peserta didik mengembangkan diri
berkenan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang
cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan
dan kegiatan belajar lainya.
e.
Layanan konseling perorang
Layanan konseling perorang yaitu layanan bimbingan dan
konseling yang memungkinkan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap
muka secara perorangan dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan
pengentasan permasalahan pribadi yang dideritanya.
f.
Layanan bimbingan kelompok
Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan
dan konseling yang memungkinkan ejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui
dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu, terutama
dari guru pembimbing dan/atau pembahas secara bersama-sama. Pokok bahasan,
topik tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dalam kehidupannya
sehari-hari dan/atau untuk perkembangan dirinya baik sebagain individu mapun
sebagai pelajar. Dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan
tindakan tertentu.
g.
Layanan konseling kelompok
Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan
konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk
pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika
kelompok; masalah yang dibahas itu adalah masalah-masalah pribadi yang dialami
oleh masing-masing anggota kelompok.
Berbagai bentuk atau jenis layanan tersebut di atas dapat
saling menunjang yang satu terhadap lainnya, sesuai dengan asas keterpaduan
dalam bimbingan dan konseling.
Setiap manusia yang lahir ke dunia memerlukan pengembangan
untuk menjadi manusia
seutuhnya sebagaimana dikehendaki. Pengembangan tersebut pada dasarnya adalah
upaya memuliakan kemanusiaan manusia yang telah terlahir itu. Upaya memuliakan
kemanusiaan manusia adalah tugas besar yang harus dilaksanakan dengan seksama.[16]
C. Pentingnya Bimbingan Konseling Bagi Peningkatan Prestasi
Siswa
Hakikat
manusia dan manusia seutuhnya memberikan gambaran mengenai tuntutan terhadap
perikehidupan manusia dan potensi yang ada pada diri manusia. Manusia dituntut
untuk mampu mengembangkan dan menyesuaikan diri terhadap masyarakat.dan untuk itu
memang manusia telah dilengkapi dengan berbagai potensi, baik potensi yang
berkenaan dengan keindahan dan ketinggian derajat kemanusiaannya maupun yang
berkenaan dengan dimensi kemanusiaannya itu, yang memungkinkannya untuk
memenuhi tuntutan masyarakat tersebut. Pemenuhan terhadap tuntutan perkembangan
masyarakat sekaligus memerlukan pengembangan individu warga masyarakat secara
serasi, selaras dan seimbang.
Sebagaimana
telah dikemukakan, bahwa pengembangan kemanusiaan seutuhnya hendaknya mencapai
pribadi-pribadi peserta didik yang pendiriannya matang, dengan kemampuan
sosial yang menyejukkan, kesusilaan yang tinggi, dan keimanan serta ketakwaan
yang dalam.
Untuk
hal tersebut, maka konseling memberikan peranan yang sangat penting. Terlebih
lagi dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan pentingnya konseling dilakukan kepada peserta didik disekolah.
Faktor-faktor tersebut, yaitu :
1.
Pada diri
individu terdapat masa–masa kritis dalam tiap masa perkembangan individu,
terutama dalam masa remaja.
2.
Pada kondisi
luar individu seperti kondisi teknologi yang berkembang pesat, kondisi
nilai-nilai demokratis, nilai-nilai humanistik, nilai-nilai etika pergaulan,
kondisi struktural dan kebidangan dalam dan lapangan kerja.[17]
Labih
lanjut lagi, S. Narayana mengemukakan pentingnya Konseling disebabkan oleh
beberapa indikator, yakni :
Konseling
sangat diperlukan karena factor-faktor seperti kepesatan industrialisasi,
peningkatan pengetahuan, ledakan penduduk, urbanisasi, pergolakan ekonomi,
inovasi-inovasi, teknologi, ketidak seimbangan ekologi, kompetisi berlebihgan,
birokrasi impersonal, pertambahan pesat konsumsi sumber-sumber daya, ketakutan
akan datangnya bencana alam, dan sebagainya.[18]
Bruce
Shertzer dan Shelly C. Stone, mengemukakan ada beberapa faktor yang menyebabkan
pentingnya Konseling dilakukan bagi peserta didik di Sekolah, sebagai upaya
meningkatkan prestasi siwa,adalah :
1)
Dalam menghadapi
saat – saat krisis yang dapat terjadi, misalnya kurangnya belajar, kegagalan
sekolah, kegagalan pergaulan, penyalahgunaan obat terlarang.
2)
Adanya kesulitan
pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam
sekolah, dan pergaulan sosial.
3)
Mencegah sedapat
mungkin kesulitan yang dihadapi dalam pergaulan seksual.
4)
Dalam menopang
kelancaran perkembangan individual siswa seperti perkembangan kemandirian,
percaya diri,citra-diri, perkembangan karir dan perkembangan akademik.
Adapun
pentingnya konseling dilakukan bagi peserta didik, menurut C.H Patterson,
disebabkan pada beberapa ciri khas,
1.
Konseling
berurusan dengan upaya mempengaruhi perubahan tingkah laku secara sadar pada
klien.
2.
Tujuan konseling
adalah mendapatkan kondisi-kondisi yang memudahkan perubahan secara sadar.
3.
Sebagaimana
dalam semua hubungan, terdapat pembatasan-pembatasan tertentu bagi konseling.
4.
Kondisi-kondisi
yang memudahkan perubahan tingkah laku diperoleh melalui interviu-interviu.
5.
Mendengarkan
dengan penuh perhatian berlangsung dalam konseling.
6.
Konselor
memahami kliennya.
7.
Keberadaan
konseling bersifat pribadi (privacy) dan diskusi atau pembicaraan
bersifat rahasia, dasarnya bersifat rahasia (comfidential).
Kenyataan
yang sering dijumpai adalah keadaan pribadi yang kurang berkembang dan rapuh,
kesosialan yang panas dan sangar, kesusilaan yang rendah, dan keimanan serta
ketakwaan yang dangkal. Sehubungan dengan hal itu dalam proses pendidikan
banyak dijumpai permasalahan yang dialami oleh siswa selaku peserta didik. Hal
ini mengakibatkan potensi yang terdapat pada diri mereka tidak berkembang secara
optimal, siswa yang berbakat tidak dapat mengembangkan bakatnya, siswa yang
kecerdasannya tinggi kurang mendapatkan rangsangan dan fasilitas pendidikan
sehingga bakat dan kecerdasan yang merupakan karunia Tuhan yang tak ternilai
harganya itu menjadi terbuang sia-sia. Siswa yang kurang beruntung tidak
memiliki bakat tertentu dan yang kecerdasan tidak cukup tinggi lebih tersia-sia
lagi perkembangannya. Pelayanan khusus kepada siswa kurang diberikan sehingga
mereka makin tidak mampu mengejar tuntutan pelajaran pada tingkat yang lebih
rendah sekalipun.
Tingkat
kenakalan remaja dan perkelahian pelajar yang semakin meningkat menunjukkan
gejala kurang berkembangnya dimensi sosial dan dimensi kesusilaan para siswa.
Demikian juga kurangnya penghayatan terhadap nilai-nilai ketuhanan dan
praktek-praktek kehidupan yang tiada didasarkan atas kaidah-kaidah agama
menggambarkan kurang mantapnya pengembangan dimensi keagamaan. Permasalahan
yang banyak terjadi di masyarakat, seperti pertengkaran antar warga masyarakat,
rendahnya disiplin kerja, pengangguran, pencurian, perjudian, kumpul kebo, dan
sebagainya merupakan gejala rendahnya pengembangan dimensi kemanusiaan.
Adapun
sumber permasalahan yang dihadapi oleh siswa diantaranya adalah masalah yang
berada diluar diri mereka sendiri yakni sikap orang tua dan anggota
keluarga,keadaan keluarga secara keseluruhan,pengaruh film televisi–video,
iklim kekerasan dan kekurangan kedisiplinan yang berlangsung di masyarakat,
kelompok-kelompok sebaya yang bertindak menyimpan dari berbagai faktor negatif
lainnya dalam kehidupan sosial diluar sekolah semuanya menunjang timbulnya
masalah pada anak-anak yang keberadaan mereka berpredikat sebagai pelajar.
Meskipun
demikian, cukup disadari pula bahwa suasana kelas dan sekolah secara keseluruhan
yang kering dan mandul, hubungan murid-murid dan guru yang rapuh dan keras,
merajalelanya ketidak acuan, tuntutan akan kepatuhan yang mutlak dan peniruan
yang membabi buta persaingan yang tidak sehat, pola tingkah laku yang serba
tunggal dan tiada demokratis, dan lain sebagainya, semuanya akan menjegal
kesehatan mental anak didik.
Persoalan
di atas membutuhkan pemecahan yang sangat serius dalam membangun sumber daya
manusia bangsa Indonesia. Konseling adalah merupakan jawaban dari permasalahan
yang ditimbulkan akibat berbagai faktor sebagai dampak dari lajunya Ilmu
pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Oleh karena itu konseling telah
mengarahkan dalam rangka menemukan pribadi siswa. Hal ini dimaksudkan untuk
membantu siswa mengenal kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya sendiri.
Dalam proses konseling, konselor/guru BK mengarahkan dan membantu siswa
agar dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial, ekonomi budaya
serta alam yang ada. Oleh karena itu pentingnya konseling terhadap siswa sebagai
upaya untuk membimbing siswa agar dapat merencanakan masa depan untuk
mempersiapkan diri membangun karir yang lebih cerah dan gemilang di masa
mendatang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering
dirangkaikan bagaikan kata majemuk. Hal itu mengisyaratkan bahwa kegiatan
bimbingan kadang-kadang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Para ahli
menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung, hati dari kegiatan
bimbingan. Adapula yang menyatakan bahwa konseling merupakan salah satu jenis
layanan bimbingan. Dengan demikian dalam istilah bimbingan sudah termasuk di
dalamnya kegiatan konseling. Kelompok yang sesuai dengan pandangan di atas
menyatakan bahwa terminologi layanan bimbingan dan konseling dapat diganti
dengan layanan bimbingan saja.
Bentuk-bentuk
layanan bimbingan konseling di antaranya yaitu; Layanan orientasi, Layanan informasi, Layanan penempatan dan penyaluran,
Layanan pembelajaran, Layanan konseling perorang,
dan layanan Layanan bimbingan konseling
kelompok.
Bimbingan
Konseling adalah merupakan jawaban dari permasalahan yang ditimbulkan akibat
berbagai faktor sebagai dampak dari lajunya Ilmu pengetahuan dan teknologi
dewasa ini. Oleh karena itu konseling telah mengarahkan dalam rangka menemukan
pribadi siswa. Hal ini dimaksudkan untuk membantu siswa mengenal kelebihan dan
kekurangan yang ada pada dirinya sendiri. Dalam proses konseling, konselor/guru
BK mengarahkan dan membantu siswa agar dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
sosial, ekonomi budaya serta alam yang ada. Oleh karena itu pentingnya
konseling terhadap siswa sebagai upaya untuk membimbing siswa agar dapat
merencanakan masa depan untuk mempersiapkan diri membangun karir yang lebih
cerah dan gemilang di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Mappiare, Pengantar Bimbingan dan
Konseling di Sekolah, (Surabaya : Usaha Nasional,1984).
Prayitno
dkk, Pelayanan Bimbingan dan Konseling,. (Cet.I; Jakarta: Ditjen
Dikdasmen Depsiknas, 2000).
Departemen Agama, Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta, Dirjen Pendidikan Islam, 2007).
H. M Umar dan Sartono, Bimbingan dan
Penyuluhan (Bandung : CV.Pustaka Setia, 1998).
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguaruan,
(PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2004).
Priyanto, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1994).
[1]
Prayitno dkk, Pelayanan Bimbingan dan Konseling,. (Cet.I; Jakarta:
Ditjen Dikdasmen Depsiknas, 2000) h. 3
[2]
Departemen Agama, Kumpulan
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta,
Dirjen Pendidikan Islam, 2007), h. 5
[3]
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi
Keguaruan, (PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2004), h. 62
[4]
Priyanto, Dasar-dasar Bimbingan
dan Konseling,( Jakarta : Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1994 ) h. 100.
[5]
Hallen, Bimbingan dan Konseling,
(Jakarta : Ciputat Pers, 2002) h. 9
[6]
Ibid., h. 10
[7]
Ibid., h.101
[8]
Ibid., h. 102
[9]
H.M. Arifin, Teknologi Pendidikan,
[10]
H. M Umar dan Sartono, Bimbingan
dan Penyuluhan (Bandung : CV.Pustaka Setia, 1998) h. 15
[12]
Ibid., h. 16
[13]
Priyanto, Op, cit. h.. 102
[14]
Ibid., h. 105
[15]
Prayitno, dkk, Pelayanan
Bimbingan dan Konseling (Cet.I; Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depsiknas,
2000) h. 35-37
[16]
Ibid., h. 3
[17]
Andi Mappiare, Pengantar
Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Surabaya : Usaha Nasional,1984) h. 100
[18]
Ibid., h. 100
Tidak ada komentar:
Posting Komentar